Kegiatan outbond kemarin masih menyisakan rasa
lelah dan pegal di badan yang ruarr biasaaa… sempat berniat untuk meliburkan diri saja dihari yang kata orang kejepit
itu karena besok adalah tanggal merah, namun sepertinya aku harus mengurungkan
niat menambah jam untuk istirahat di rumah karena aku baru teringat kalau tas
jinjing yang akan aku bawa ke Jogja sudah ada di Madrasah sejak kemarin, gak
mungkin rasanya meminta Umi Rien untuk membawa tas jinjing yang lumayan berat
itu ke dalam bagasi mobilnya jika memang harus janjian bertemu di tempat lain.
Ahhh sudahlahh agak repot sepertinya. Akhirnya malam kamis sebelum berangkat
berlibur, mau tidak mau aku harus prepare
menyiapkan segala sesuatu yang dibutuhkan untuk ke Jogja.
Kamis pagi aku diantar adikku ke Madrasah Istiqlal karena
rencana kami, aku dan Umi Rien berangkat langsung dari Madrasah mengendarai
mobil Umi Rien. Btw masih dalam suasana yang melelahkan badan, anak-anakpun
banyak yang tidak hadir ke Madrasah, besar kemungkinan mereka masih kelelahan
karena aktifitas kemarin. Alhamdulillah kegiatan kamis ini tidak terlalu padat
dan menyita banyak tenaga. Jam kepulangan kerjapun
dimajukan menjadi satu jam lebih cepat dari biasanya. Alhamdulillah...
Jam 15.00 WIB sebelum Adzan Asar berkumandang, Aku dan
Umi Rien bergegas keluar Masjid Istiqlal dan menjemput teman Umi Rien yaitu Om
May, Om May inilah yang menjadi peta perjalanan kami. Hehehe. Beliau sangat
membantu mengarahkan liburan kami kali ini, selain membantu Ayah (suami Umi
Rien) untuk
bergantian menyetir mobil juga
menunjukkan letak tujuan wisata serta membantu berkomunikasi dengan pedagang
saat kami sedang berbelanja. Maklumlah Om May ini lahir di Sleman Jawa-Tengah, jadi sudah lebih tau seluk beluk Kota Jogja daripada
kami.
Setelah menjemput Om May kami langsung menuju kawasan
Cakung untuk menjemput Ayah dan anak-anaknya Umi Rien yaitu Faydil dan Mikal
serta bertemu Orangtuaku, kali ini Bapak mau ikutan liburan juga katanya, gak rela anak gadis
perempuannya liburan sendiri ke Jawa-Tengah. Hehehe
Tiba di rumah Cakung,
kami segera Sholat Ashar dan berbincang singkat, para Bapak saling menjalin
keakraban, hehe joke-joke aneh dan
lucu keluar dari mulut Bapakku sampai kami terpingkal-pingkal. Hemmm emang
bokap gue gitu orangnya kocak beda banget sama anaknya. Eehhh…
Jam 17.00 WIB mobil
kami yang dipenuhi 7 penumpang siap meluncur ke Jawa-Tengah. Kami menyusuri
jalan sore yang cukup padat, untuk menuju Tol Karawang saja butuh waktu yang
cukup panjang namun kami menikmati perjalanan ini.
Menjelang malam kami
berhenti sejenak di rumah makan untuk mengisi tenaga dan menjawab rasa lapar
yang sudah memanggil. Untuk Sholat Maghrib kami sudah niatkan untuk di Jama’
Takhir di Isya. Setelah merasa cukup segar dan bertenaga kami melanjutkan perjalanan dan
terus menyusuri jalan tol yang sangatttt panjang. Hehe. Sepanjang perjalanan
kami saling berbincang ringan meskipun terkadang kami larut dalam istirahat karena
kantuk yang menggelayut.
Om May masih standby dengan tugas drivernya sementara kami tertidur pulas
menikmati perjalanan malam sambil menikmati alunan lagu Bang H. Rhoma Irama
yang di play sama bokap. Haha, mau gimana lagi orang bokap
gue yang begadangin bareng Om May udah gitu koleksi lagu di handphone nya ya lagu-lagu itu. Aihhh
lagu lamaaa…………^-^
Tengah malam kami
berhenti di sebuah Masjid kecil pedesaan untuk Sholat Isya berjamaah, setelah
itu kami melanjutkan perjalanan ke tempat tujuan pertama yaitu melipir ke
kampungku di Gombong, Kebumen Jawa-Tengah.
Gombong, Kebumen, Jawa-Tengah
Harum pedesaan hampir
tercium, aku dan bapak berusaha mengarahkan peta perjalanan ke kediaman
keluarga kami, Alhamdulillah… menjelang Adzan Subuh kami sudah sampai di rumah
sederhana milik keluarga kami. Kami langsung disambut oleh Si Mbah Putri dan
Lek Tanti yang kebetulan sedang di sana karena hamil muda, dialah yang membantu
mbah menyiapkan kedatangan kami.
Sejenak kami menikmati
pisang goreng yang masih mengepul dan segelas teh hangat. Sangat mengobati rasa
lelah rasanya, Adzan Subuh memanggil. Kaum laki-laki bergegas Sholat Subuh di
Musholla kampung dekat rumah kami. Sementara Aku dan Umi Rien serta
anak-anaknya Sholat Subuh di rumah dan memilih merebahkan badan untuk tidur.
Mentari pagi menyapa
dengan sangat anggun, di sampingku ada Umi Rien yang sudah wangi karena sudah
mandi pagi-pagi sekali. Hemm… rasanya aku juga ingin segera mandi merasakan
dinginnya air dan suasana kamar mandi yang sederhana. Hihi
Setelah menyegarkan
diri, kami sarapan bersama dengan menu kampung yang sudah disiapkan oleh Lek
ku… Alhamdulillah… Oh iya aku rencana akan mengunjugi Mba Retno Muningsih juga
yang beberapa minggu lalu baru melepas masa lajangnya, beliau sekarang tinggal
bersama orang tuanya di sini dan letak rumahnya tidak jauh dari kediaman kami.
Senangnya bisa
silaturahim langsung meski telat datangnya, tapi semoga doa-doanya tetap
diterima Allah agar menjadi keluarga yang sakinah, mawaddah warrahmah.
Aamiin. Hampir satu jam kami berbincang bersama dengan keluarganya namun
akhirnya aku harus pamit karena ba’da Jumatan kami langsung bergeser ke tempat
yang lain.
Akhirnya setelah kami
Sholat Zuhur dan makan siang, kami bersiap-siap menuju tempat selanjutnya.
Hemm,, kunjungan singkat yang sangat berkesan, Makaciii ya Umi Rien dan
keluarga yang sudah mengunjungi rumah keluarga aku. Kamipun berpamitan sama
Mbah putri dan Lek Tanti. Makaciii ya Lek… InsyaAllah lebaran tahun ini aku dan
keluarga akan ke kampung lagii.. hehe
Malioboro, Jogja
Perjalanan ditempuh kurang lebih empat jam
untuk menuju ke Malioboro, sepanjang perjalanan kami disuguhkan lagu ala-ala
anak ska sama anak-anaknya Umi Rien yang masih Abege itu. Hahaha. Saat menuju
Malioboro kami sempat melewati kediaman neneknya Dinanti (Siswi MI Istiqlal)
yang masih terletak di daerah Kebumen, Jawa-Tengah. Ternyata mereka juga sedang
berlibur ke Jogja, namun sayang perencanaan kami untuk bertemu gak terlaksana.
Karena memang situasinya tidak memungkinkan.
Petang hari kami tiba
di kawasan Malioboro. Deuhhh senangnyaa bisa ke sini lagiii… kami hanyut dalam
euforia keramaian pasar tradisional yang melegenda ini, rasanya gak mau
kehilangan moment untuk mengabadikan gambar di dekat tulisan plang Malioboro,
wahh benar-benar kawasan wisata yang menarik perhatian.
Sebelum berjibaku
dengan jajanan Malioboro kami menikmati Bakso khas Malioboro yang khas dengan
bakso keringnya plus campuran krupuk
yang lebih mirip bakso Malang namun tetap lezattt dan menghangatkan dan juga
gak ketinggalan menikmati es durian yang cukup segar ^0^
Setelah kenyang dengan
santapan sore kami siap untuk berkeliling menyusuri Malioboro untuk membeli
barang-barang yang pantas untuk diburu. Hahaha
Aku banyak menemukan
berbagai model pedagang saat menjajakan dagangannya kepada para konsumen, ada
yang baik, ramah tapi ada juga loh yang jutek, hufthhh bikin sebel aja.
Sudahlahh abaikan, yang
penting aku dapet sesuatu yang aku inginkan. Aku juga sempat mengunjungi
“Mirota Batik” yang ngehits di Jogja, aku membeli titipan oleh-oleh buat
Hanuna. Pengalaman pertama yang paling terekam adalah saat masuk butik tersebut
yang tercium aroma rempah-rempah mirip sesajen gitu, mungkin karena di
sana juga menjual berbagai macam jamu tradisional yang dikemas secara modern
kali yah, jadi menyisakan wangi yang cukup menusuk hidung sampai-sampai Umi
Rien cukup pusing dibuatnya.
Setelah lelah dan puas
menyusuri jajanan Malioboro kami segera balik ke Mobil, namun tidak beruntung
karena di tengah perjalanan hujan sudah mengguyur kami, alhasil baju kamipun
sudah cukup lepek karena hujan. ditambah lagi dengan dinginnya Ac. Brrr….
Kami menuju tempat
selanjutnya yaitu Kaliurang, di tengah-tengah perjalanan kami berhenti untuk
mencoba Nasi Gandul yang posternya terbaca dari dalam mobil. Dengan harga yang
cukup murah kami bisa mencoba santapan sederhana ini.
Kaliurang, Jogja
Malam ini kami akan
menginap di rumah keluarga Ayah (Suami Umi Rien) yang memang jarang dihuni
karena keluarganya tinggal di Pandeglang. Kami dijemput oleh salah satu
keluarga yang memelihara rumah tersebut, dengan melewati jalan berliku dengan
suasana hutan salak yang gelap. Hiiii…seruu
Kami disambut dengan
baik dan duduk sejenak di rumahnya sambil menikmati teh hangat yang hampir
dingin karena terlalu lama menunggu kami menurut pengakuannya. Setelah cukup
beristirahat kami langsung diantarkan ke rumah tempat kami menginap. Kebetulan
malam itu lampu sedang mati, alhasil kami harus berlilin-lilin ria. Mirip acara
“Tukul Arwana Jalan-jalan” sumpahhh. Hihi… dalam suasana jalan yang gelap
kemudian masuk rumah kosong yang tetap bersih dengan hanya mengandalkan cahaya
dari lilin, secepat mungkin Umi Rien mengambil komando untuk mengambil kasur
yang ada di kamar dan dibawa ke ruang tamu, kami sepakat untuk tidur bersama
di ruang tamu. Malam itu jam 22.30 WIB setelah Sholat Isya yang sudah diniatkan
Jama’ takhir dengan Maghrib, kami langsung terlelap di kasur yang empukk. Tidur
bersama itu sangatt mengasyikkan, aku tidur di antara Umi Rien dan Bapak.
Alhamdulillaahillazi
Ahyanaa Ba’damaa Amaatana Wailaihinnusyur…
Pagi hari yang sangat
sejuk, aku bergegas Sholat Subuh, setelah itu Bapak mengajakku untuk
berkeliling halaman Kaliurang yang dekat dengan kaki gunung Merapi itu untuk
menghirup udara segarr… Alhamdulillah…
Btw Kaliurang itu
memang terkenal yahh dengan Salaknya, namun kurang beruntung karena kali ini
sedang tidak panen jadi tanaman Salaknya belum berbuah lagi. Setelah cukup
lelah kami kembali ke rumah untuk sarapan bersama. Umi Rien dan Om May membuat
pop mie hangat yang airnya direbus dengan menggunakan nesting yang dibawa oleh
Om May. Ckckck.
Saat bersantai dengan
sarapan kami berbincang-bincang membicarakan tidur tadi malam yang sangat lelap
sampai-sampai lupa mimpi apa dan benar-benar gak mendusin sama sekali,
bangun-bangun pas Subuh. Alhamdulillah kami benar-benar nyenyak dan nyaman
istirahatnya dan tidak terjadi hal-hal aneh. Hihihi
Setelah sarapan kami
bersiap-siap untuk merapihkan diri dan melanjutkan perjalanan lagi. Makasii ya
Bu dan Mba yang udah menyambut kedatangan kami, menyiapkan makanan dan sarapan
untuk kami. Semoga Bapak dan Ibu sekeluarga selalu diberkahi Allah. Aamiin.
Museum Merapi, Kaliurang, Jogja
Sebelum menuju destination selanjutnya, kami mengunjungi
Museum Merapi terlebih dahulu. Tiket masuk ke Museum Merapi hanya Rp. 5000,-
/org, dan yang lebih asik lagi Museum ini dilengkapi dengan akses hotspot
gratisss! Gak heran kalo mau posting di
Path lokasi Museum Merapi ini sudah
menjamur. Hihi
Saat masuk ke dalam
Museum Merapi yang aku rasakan adalah aura gunung meletus yang terjadi beberapa
tahun lalu, mungkin karena bukti secara fisik jelas sekali ditampilkan di
tempat ini. MasyaAllah…
Semua yang
diperlihatkan adalah bukti kebesaran Allah SWT. Allah yang menciptakan langit
dan bumi beserta gunung-gunung yang menjulang tinggi dan pada masanya nanti
gunung-gunung yang tinggi itupun akan hancur bagaikan anai-anai yang
berterbangan. Wallahu’alam…
Jadi semakin bersyukur
Ya Allah…^-^
Oh yaa,,saat kami
pulang dan menuju tempat selanjutnya, kami melihat sekumpulan club motor Yamaha
CB dari berbagai daerah berkumpul di Kaliurang. Seru juga yahh bisa lihat
koleksi motor jadul model Yamaha CB gitu dkk nya. Hehehe
Candi Prambanan, Klaten, Jawa-Tengah
Ini keajaiban, aku
takjub dibuatnya, ini adalah pengalaman pertama kali aku ke Candi Prambanan.
Gak kebayang yahh Candi sebesar ini tetap kokoh menjadi situs sejarah dunia
yang gak sepi dikunjungi oleh banyak turis domestik maupun luar negeri.
Aku seperti ingin
membaca setiap guratan batu candi yang pasti mengisahkan kisah yang telah lalu,
namun apa daya aku hanyalah wanita akhir zaman yang hanya mendapat cerita dan mempelajari
sejarah-sejarah peradaban yang pernah terjadi dengan pemahaman yang sederhana. Subhanallah dengan segala
penciptaanNya.
Sebagai informasi,
tiket masuk Candi Prambanan adalah Rp. 30.000,-/org. sambil menikmati bangunan
indah ini, yuk sama-sama kita pelajari sejarahnya meskipun hanya sedikit.
Asal-usul nama
Gugusan candi ini
dinamakan “PRAMBANAN” karena terletak di daerah Prambanan. Nama “LORO
JONGGRANG” berkaitan dengan legenda yang menceritakan tentang seorang dara yang
jonggrang atau gadis jangkung putri Prabu Boko.
Sejarah
Candi Prambanan adalah
kelompok percandian Hindu yang dibangun oleh raja-raja Dinasti sanjaya pada
abad IX. Ditemukannya tulisan nama Pikatan pada candi ini menimbulkan pendapat
bahwa candi ini dibangun oleh Rakai Pikatan yang kemudian diselesaikan oleh
Rakai Balitung berdasarkan prasasti berangka tahun 856 M “Prasasti Siwargrha”
sebagai manifest politik untuk meneguhkan kedudukannya sebagai raja yang besar.
Terjadinya perpindahan pusat kerajaan Mataram ke Jawa Timur berakibat tidak
terawatnya candi-candi di daerah ini ditambah terjadinya gempa bumi serta
beberapa kali meletusnya Gunung Merapi menjadikan candi Prambanan runtuh
tinggal puing-puing batu yang berserakan. Sungguh menyedihkan itulah keadaan
pada saat penemuan kembali candi Prambanan.
Usaha pemugaran yang
dilaksanakan pemerintah Hindia Belanda berjalan sangat lamban dan akhirnya
pekerjaan pemugaran yang sangat berharga itu diselesaikan oleh bangsa
Indonesia.
Pada tanggal 20
Desember 1953 pemugaran candi induk Loro Jonggrang secara resmi dinyatakan
selesai oleh Dr. Ir. Sukarno sebagai Presiden Republik Indonesia pertama.
Sampai sekarang
pekerjaan pemugaran dilanjutkan, yaitu pemugaran candi Brahma dan Candi Wisnu.
Candi Brahma dipugar mulai tahun 1977 dan selesai serta diresmikan pada tanggal
23 Maret 1987. Sedangkan candi Wisnu mulai dipugar pada tahun 1982, selesai dan
diresmikan oleh Bapak Presiden Soeharto pada tanggal 27 April 1991.
Deskripsi Bangunan
Latar pusat adalah
latar terpenting diatasnya berdiri 16 buah candi besar dan kecil. Candi-candi
utama terdiri atas 2 deret yang saling berhadapan. Deret pertama yaitu candi
Siwa, candi Wisnu, dan candi Brahma. Deret kedua yaitu candi Nandi, candi Angsa
dan candi Garuda. Pada ujung-ujung lorong yang memisahkan kedua deretan candi
tersebut terdapat candi apit. Delapan candi lainnya lebih kecil. Empat
diantaranya candi Kelir dan empat candi lainnya disebut candi Sudut. Secara
keseluruhan percandian ini terdiri atas 240 buah candi.
Nahh…itu dia tadi
temansss sekelumit sejarah tentang candi Prambanan yang cantik itu. Aku juga
gak ingin kehilangan moment untuk mengabadikannya dalam bentuk foto ataupun video.
Akupun sempat menanjak
candi Apit yang luas dasarnya 6 meter
persegi dengan tinggi 16 meter. Ruangannya kosong. Mungkin candi ini
dipergunakan untuk bersemedi sebelum memasuki candi-candi induk. Karena
keindahannya ia mungkin digunakan untuk menanamkan estetika dalam komplek
percandian Prambanan.
(My Father)
(Candi Apit)
Siang itu sangatt
terikkk… tapi sangat menakjubkan…
Pantai Parangtritis, Jawa-Tengah
Sebelum tiba di Pantai
Parangtritis, kami berhenti untuk membeli makan untuk siang nanti di Pantai.
Yeayyy… akhirnya setelah kurang lebih satu jam lamanya kami seru-seruan di
dalam mobil sambil lagi-lagi mendengarkan lagu ala-ala anak ska by anaknya Umi
Rien. Hehe. Kami tiba di Pantai Parangtritis.
Selamat datang kembali
di laut lepas pantai selatan yang terkenal ini. Hampir lima tahun lalu aku
mengunjungi pantai yang sama, namun memang ada yang berbeda, entah fasilitas
wisata atau view nya. Meskipun Pantai Parangtritis terkenal dengan laut lepas
pantai selatannya yang penuh fenomena tapi kalau melihat dari view
sekelilingnya, aku lebih nyaman melihat Pantai Ancol.. hemm mungkin karena
kurang bersih kali yah?! Entahlah..
Tiba di Pantai
Parangtritis dalam suasana yang cukup panas menyengat, kami makan bersama
terlebih dahulu, setelah itu cuzz lah cek-cek pantai, tapi kali ini aku tidak
berniat membasahi diriku di Pantai tersebut, sementara jagoannya Umi Rien asikk
bermain air dan menceburkan diri di laut lepas tersebut.. ahhh serunyaa…
Seperti ingin mengulang
moment beberapa tahun lalu, hari itu juga aku memesan kelapa muda hijau yang
dingin dan segar…hemm. Alhamdulillah
Temanss,,,udah berasa
hitam nihh.. yuk ahh ke tujuan berikutnya. Rencana kami adalah mengunjungi
rumah orang tua Ibunda dari Naila dan Luthfan (Peserta didik MI Istiqlal) yang
kebetulan sedang berlibur juga.
Waktu sudah menunjukkan
Adzan Ashar, kami mampir sejenak di Masjid pinggir jalan untuk menunaikan
sholat berjamaah.
Lempuyangan, Jogja Jawa-Tengah
Tanpa direncanakan
akhirnya kami bisa mengunjungi kediaman Nenek dari Bunda nya Naila dan Luthfan
yang rumahnya terletak di daerah Lempuyangan, tidak jauh dari Stasiun
Lempuyangan karena masuk dalam kompleks perumahan PJKA.
Senangnya bisa silaturahim,,,
kami berbincang sejenak melepas lelah lalu melaksanakan Sholat Maghrib karena
Adzan sudah berkumandang. Setelah cukup kami pamit untuk segera menuju
Magelang.
Terimakasih Bunda Naila
untuk penerimaannya dan buah tangannya buat kami. ^0^
Hotel The Joglo, Candi Mendut, Magelang
Jawa-Tengah
Waktu sudah menunjukkan
pukul 21.00 WIB kami melewati rumah dinas Kabupaten Magelang dan sudah masuk ke
kawasan kota Magelang, mendekati Borobudur. Setelah hunting lokasi hotel yang
masih kosong akhirnya Alhamdulillah kami bisa istirahat di Hotel The Joglo yang
tidak jauh dari Candi Mendut dan hanya kurang lebih 10 menit untuk menuju Candi
Borobudur. Kami menyewa 2 kamar hotel yang dibandrol dengan harga sewa Rp.
300.000,-/kamar. Cukup nyaman dengan berbagai fasilitas seperti 2 bed dalam satu kamar, kamar ber AC, Tv,
dan layanan Wifi gratis meskipun akhirnya kami tidak memanfaatkan Wifi tersebut.
Malam ini kami sangat lelah, sebelum terlelap tidur Umi Rien ajak aku dan Om
May keluar untuk membeli makan malam terlebih dahulu.
Wushhh…..mobil kami
melaju menembus hembusan angin dengan udara yang cukup dingin. Aku hampir
takjub melihat sekeliling jalan sampai membuka jendela. Malam hari di Kawasan
Borobudur sangat menyenangkan.
Oh ya saat kami sedang
berjalan-jalan malam ternyata bertepatan dengan perayaan hari ulang tahun kota Mungkid kabupaten
Magelang yang ke 32 di alun-alun
Kota Mungkid.
Alhamdulillah setelah
kenyang makan malam bersama di kamar hotel, kami membuat kesepakatan untuk
bangun pagi dan jam 6 kami menuju Candi Borobudur. Oke sepakat…
Setelah sholat Isya,,,
aku merebahkan diri dengan nyaman.
Bismika Allahumma Ahya
Wabismika Amutt…
Candi Borobudur, Magelang, Jawa-Tengah
Good morning Magelang…
ba’da subuh kami sudah bergegas untuk melanjutkan trip ke Candi Borobudur
sambil menikmati matahari terbit, meski sempat sulit membangunkan jagoan2nya
Umi tapi akhirnya mereka merdeka juga dari rasa kantuknya.
Udara segarpun berhembus
saat mobil kami melewati Candi Mendut yang tegak berdiri dan meluncur ke
lokasi, sebelum menanjak Candi kami sarapan dengan pilihan menu, ada nasi uduk,
bubur ayam atau lontong sayur di pinggir jalan kawasan Candi Borobudur. Ehmmm
nikmatnya…
Tiket masuk ke Candi
Borobudur adalah Rp. 30.000,- /orang. Waktu buka Candi dari jam 06.00 s/d 17.00
WIB. Kami seperti beruntung karena pagi itu masih berkabut dan pengunjung belum terlalu penuh ditambah lagi
nuansa menyambut matahari terbit sangat menakjubkan. Indahnyaaa… Subhanallah…
Kami melangkah sedikit
demi sedikit, aku sempat mengabadikan foto sambil duduk di atas patung Singa,
Upzzz.. Ya Tuhan… ternyata peraturannya sudah tidak boleh menaiki benda-benda
candi tersebut, bahkan untuk menyandar ke beberapa bagian candi pun dilarang.
Tidak boleh memegang stupa yang ada di dalam dan aku perhatikan jalan bebatuan
di pinggir candi sudah banyak yang berbunyi, mungkin karena batunya sudah mulai
merenggang. Maklum lah yahh, sudah lima tahun yang lalu aku baru ke tempat ini
lagi, banyak perubahan dan mungkin ini adalah bagian dari pemeliharaan
situs-situs sejarah. Maapkeunnn….
Btw kami sudah menanjak
dan bersiap melihat keajaiban pagi yang indah ini, badanku terasa hangat
karena panas matahari mulai terbit, bukan hanya wisatawan domestik saja yang
sangat antusias mengabadikan moment sun
rise di atas Candi Borobudur tetapi juga para wisatawan mancanegara yang
tidak maul kehilangan moment keren ini.
Guys,,, ada sedikit
informasi nih tentang Candi Borobudur yang kami kunjungi:
Lokasi
Candi Borobudur
terletak di desa Borobudur, kecamatan Borobudur, kabupaten Magelang,
Jawa-Tengah dan dikelilingi beberapa dusun antara lain Bumi Segoro, Sabreng,
Gopala, Jawahan, Barepan, Ngarak, Kelan, Janan dan Gendingan.
Dr. Soekmono dalam bukunya Candi Borobudur, Pustaka
Jaya menuliskan:
Pada zaman dahulu Pulau
Jawa terapung-apung di tengah lautan oleh karenanya harus dipaku pada pusat
bumi agar dapat dihuni manusia. Paku yang sangat besar itu kini menjadi sebuah
gunung yang terletak di kota Magelang yaitu gunung Tidar. Di sebelah selatan
gunung Tidar kira-kira jarak 15 km terdapat candi Borobudur. Candi Borobudur
yang terletak di daratan Kedu hampir seluruhnya dilingkari pegunungan. Di
sebelah timur terdapat gunung Merapi dan gunung Merbabu. Pada gunung Merapi itu
setiap dua atau tiga tahun terdengar letusan-letusan yang menandakan masih
aktif dalam kegiatannya. Sisi barat laut terdapat gunung Sumbing dan Sindoro.
Juga di sebelah selatan yang membujur dari timur ke barat terdapat pegunungan
Menoreh. Oleh karena puncak-puncak pegunungan ini banyak yang runcing bagai
menara maka pegunungan ini dinamakan pegunungan Menoreh. Dilihat dari candi
Borobudur puncak-puncak pegunungan Menoreh serupa dengan seorang yang sedang
terlentang di atas pegunungan tersebut. Karena itulah ada cerita rakyat yang
menjelaskan bahwa bagian dari puncak gunung yang serupa dengan orang tidur itu
ialah Gunadharma, yaitu ahli bangunan yang berhasil membuat candi Borobudur.
Sikap tangan atau Mudra candi Borobudur
Jumlah
Mudra yang pokok ada 5, yaitu:
1. Bhumispara Mudra :
Sikap
tangan ini melambangkan saat Sang Budha memanggil Dewi Bumi sebagai saksi
ketika ia menangkis semua serangan iblis Mara
2. Wara Mudra :
Sikap
tangan ini melambangkan perihal amal, memberi anugerah atau berkah. Mudra ini
adalah khas bagi Dhyani Budha Ratna Sambawa. Patung-patungnya menghadap ke
Selatan
3. Dyana Mudra :
Sikap
tangan ini melambangkan sedang semedi atau mengheningkan cipta. Mudra ini
merupakan tanda khusus Dhyani Budha Amitabha. Patung-patungnya menghadap ke
Barat
4. Abhaya Mudra :
Sikap
tangan ini melambangkan sedang menenangkan. Mudra ini merupakan tanda khusus
Dhyani Budha Amoghasdhi, patung-patungnya menghadap ke utara
5. Dharma Cakra Mudra :
Sikap
tangan ini melambangkan gerak memutar roda dharma. Mudra ini menjadi ciri khas
Dhyani Budha Wairocana daerah kekuasaannya terletak di pusat. Khusus di candi
Borobudur Wairocana ini digambarkan juga dengan sikap tangan yang disebut
Witarka Mudra.
(Dr.
Soekmono, Candi Borobudur, Pustaka Jaya, 1981, hal 80, 82, 83)
Uraian bentuk bangunan :
Candi Borobudur tidak
mempunyai bilik ataupun ruangan didalamnya oleh karena itu tidak dapat
berfungsi sepenuhnya sebagai candi. Maka lebih tepatnya kiranya kalau bangunan
itu kita anggap sebagai bangunan ziarah dan bukan sebagai tempat pemujaan.
Sesungguhnya adanya
jenjang-jenjang dan lorong-lorong dimaksudkan sebagai pengantar serta pemandu
para peziarah untuk menuju ke puncak melalui jalan keliling dari satu tingkat
ke tingkat berikutnya.
Perjalanan setingkat
demi setingkat sesuai benar dengan aliran Budha yang memang sangat mementingkan
adanya tingkatan-tingkatan dalam persiapan mental para penganutnya yang setia.
Melalui tingkatan-tingkatan itulah tujuan akhir perjalanan manusia dapat
tercapai. Yaitu terlepasnya secara mutlak dari segi ikatan duniawi dan dapat
bebas secara mutlak dari kelahiran kembali.
Adapun
tingkatan-tingkatan itu pada dasarnya dapat pula diterapkan pembagian alam
semesta menjadi tiga dunia :
Dunia paling bawah / KAMADHATU = atau dunia hasrat. Dalam
tingkatan ini manusia masih terikat pada hasrat bahkan dikuasai oleh hasrat.
Relief ini terdapat pada kaki candi bangunan asli
Dunia yang lebih tinggi / RUPADHATU = atau dunia rupa.
Manusia telah meninggalkan segala hasratnya, tetapi masih terikat pada nama dan
rupa. Bagian ini terdapat pada langkan 1 sampai 5
Dunia yang tertinggi / ARUPADHATU = atau dunia tanpa
rupa. Dalam tingkatan ini sudah tidak ada sama sekali nama ataupun rupa.
Manusia telah bebas sama sekali dan telah memutuskan untuk selama lamanya
segala ikatan kepada dunia fana.
(Dr. Soekmono, Candi Borobudur, Pustaka Jaya, 1981,
hal 47)
Nah….
Demikian sekelumit informasi tentang Candi Borobudur yang kami kunjungi guys…
semoga bermanfaat yah,, tentunya ini pengalaman menarik buat aku. Bahagia
banget bisa menikmati matahari terbit di puncak Candi Borobudur ^0^
Setelah
menikmati pemandangan indah pagi ini, kami kembali ke Hotel untuk bergegas check out dari Kota Magelang dan
langsung menuju Jakarta. Dalam perjalanan menuju Jakarta kami melewati Ambarawa
yang di pinggir jalannya terdapat penual kue serabi kuah. Kemudian kami
melewati Pabrik Biskuit yang terletak di Kota Semarang. Oh iya ada yang lebih
menarik yaitu kami melipir sejenak untuk makan menu lezat Sate Sapi Pak
Kempleng 2 yang terletak di Jl.
Diponegoro 2, Semarang. Benar-benar lezattt…. Bahkan Mikal (Anaknya umi) saja
sampai menambah porsi untuk menikmati Sate Sapi bersama dengan Soto Dagingnya
yang lezat itu. Harga Sate Sapi Pak Kempleng di bandrol dengan harga Rp. 5000,-
per tusuk dan Rp. 20.000 untuk harga semangkuk Soto Daging. Semua terbayarkan dengan rasa yang
legendaris terbukti dengan para konsumen yang datang tidak hanya anak-anak muda
bahkan orang tua-orang tua hampir sepuh saja betah berlama-lama di sana.
Mantapp…
Malam
hari perjalanan kami terus melaju, kami sudah berada di Brebes dan lagi-lagi
kami melipir untuk sholat dan makan malam di dekat Masjid tempat kami sholat.
zZZZzzz……aroma
kantuk pun merajuk, Ayah membawa mobil ditemani oleh Umi dengan kecepatan yang
cukup dan membutuhkan konsentrasi. Aku dan yang lainnya memilih tidur menikmati
perjalanan ini.
Alhamdulillah
pukul 12.00 malam kami sudah tiba di Bekasi, kami sempat beristirahat di rumah
Umi sebelum subuh nanti berangkat kembali untuk beraktifitas. Adzan Subuh pun
berkumandang, kami segera sholat subuh dan bergegas untuk berangkat. Bapak
dijemput adikku di perempatan jalan dekat rumah untuk pulang sedangkan aku dan
Umi lanjut menuju Istiqlal dengan bekal baju seragam sekolah yang tadi baru
dikasih adikku.
Selamat
pagi Juanda…… menuju Masjid tercintaaa… Alhamdulillah liburan kali ini sangat
menyenangkan. Terimakasih Ya Allah atas segala nikmatMu.
Thursday
– Sunday , March 24 – 27 th, 2016
Tidak ada komentar:
Posting Komentar